Wednesday, September 9, 2009

Suatu saat, lama di masa yang lalu

Beberapa puluh tahun yang lalu, aku mendapat rizki dari yang maha kuasa, sehingga aku dapat membeli dengan kredit sebuah mobil baru. Bau mobil baru itu memberiku semangat bekerja yang luar biasa sebagai rasa syukurku kepadaNya. Suatu saat aku pulang dari puncak menuju Jakarta, sengaja aku pilih lewat Parung tidak lewat tol agar dapat menikmati pemandangan selama perjalanan sambil melepas penat psikis selama memeras otak beberapa hari di puncak. Di tengah jalan tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya. Kututup jendela-rapat-rapat, kunyalakan AC, dan kuputar lagu nostalgia kesayanganku. Walaupun di luar hujan deras, kadang petir menyambar, tetapi di dalam mobil baru itu aku merasakan kenikmatan dan kenyamanan hidup yang luar biasa, aku menganggap itu wajar sebagai hasil kerjaku selama ini, sudah lama juga aku sengsara pikirku. Tiba-tiba pandanganku terfokus jauh ke ujung  jalan, seorang laki-laki menarik gerobag barang bekas, dan dibelakang mendorong gerobag itu, seorang anak laki-laki kecil.

Pandanganku terus kuarahkan ke sana, makin dekat kuperlambat mobilku sampai dekat dibelakang dan hampir disamping mereka, sekilas lelaki bertopi anyam itu memandangku, kemudian membuang mukanya lurus kedepan sambil terus menarik gerobagnya, demikian juga si anak lelaki kecil kurus beberapa saat mengamati mobil baruku, mengikuti putaran roda, kemudian terus mendorong gerobag bapaknya.Badannya basah kuyub oleh terpaan hujan, lusuh bercampur air lumpur dan keringat, wajahnya pucat pasi kedinginan,  Walaupun sekilas wajah-wajah itu menatapku tetapi seperti terpotret dan tersimpan diantara benak dan otakku. Lelaki itu sebaya denganku, demikian juga si lelaki kecil itu benar-benar sebaya dengan anak lelakiku di rumah. Mobil kupacu lagi, tetapi ada perasaan tidak nyaman di benakku, kumatikan lagu dan AC mobil, sedikit kubuka jendela. Rasanya tidak mau lagi aku menikmati kenyamanan di dalam mobil itu lagi. Berkecamuk beribu pertanyaan yang tak terjawab. Kenapa lelaki sebayaku dan anak lelaki sebaya anakku itu bernasib sangat berbeda, padahal usia kami sama, kenapa Tuhan, kenapa mereka berbeda? ingin rasanya aku protes kepada Tuhan. kenapa harus berbeda, yang membuat aku tidak nyaman menikmati anugerahMu, terus berkecamuk, seperti ada seminar besar di kepala ini. Akhirnya moderator di bagian otak dan rasa ini menyimpulkan, itulah berkahNya, yang membuat kita tak mampu menghindar dari bersyukur. Betapa kita telah dilebihkanNya dari yang lain masihkan kita ingkar dari bersyukur dan mematuhiNya. Tiba-tiba lelaki penarik gerobag dan anak lelakinya muncul di forum seminar otakku sebelum moderator menutupnya. Dia tersenyum dan mengatakan "aku juga punya perasaan yang sama denganmu tatkala aku bertemu dengan seorang lelaki cacat kakinya, berjalan terseok di tengah panas terik pasar untuk berikhtiyar meruskan kehidupannya hari itu, aku masih bersyukur bisa menarik gerobag dengan gagah, apalah artinya guyuran hujan teriknya matahari dibanding kaki kokoh dan lelaki kecil tampan yang selalu kupeluk sebagai amanah dan pemberianNya, jangan sombong, mengira hanya kau yang patut bersyukur, aku juga kawan". Sementara di pintu ruang seminar sudah menyusul lelaki pincang yang terseok di pasar di tengah terik, memaparkan makalahnya betapa dia juga sangat bersyukur tatkala bertemu dengan lelaki tua buta dan pincang merambat sepanjang jalan mengharap sedekah, untuk menyambung hidupnya hari itu saja. Sebelum lelaki tua buta dan pincang masuk ruang seminar moderator keburu mengetok palu menutup dengan "itulah kehidupan, jangan takabur dan menghindar dari bersyukur, berbagi dan berdo'a, wa billahi taufik wal hidayah wassalamualaikum warrah matullahi wabarokatuh.

No comments:

Post a Comment