Thursday, January 14, 2010

BERSYUKUR

Sekali-kali cobalah turun dari gedung tinggi tempat anda bekerja. Keluarlah dari bangunan-bangunan kokoh rumah dan tempat kerja sehari-hari. Tinggalkan komputer atau laptop anda sejenak. Cermati kehidupan di bawah sana, di luar komunitas anda. Komunitas pegawai dan orang gajian, komunitas eksekutif dan birokrasi , komunitas orang kantoran, karyawan apapun namanya yang mempunyai gaji tetap berapapun besarnya. Komunitas orang-orang yang selalu ingin penghasilan tetapnya itu terus bertambah, tak peduli bagaimanapun caranya dan dari mana asalnya. 
Coba cermati sekitar anda, cermati lebih mendalam, perlambat intensitas dinamika kehidupan anda sejenak. Apa yang anda lihat, pandang, sapu sejauh dan seluas pandangan anda, masukkan dalam alam fikiran tanpa berhenti memandangnya. Anda akan melihat tukang parkir bertubuh cacat berteriak memandu mobil parkir,tukang kerupuk buta yang menjajakan barangnya dengan tongkat meraba sudut pasar dan trotoar, kuli angkut yang memanggul beban berat tak seimbang dengan kondisi fisik dan kebugaran tubuhnya, tukang bajay yang termenung berjam-jam menunggu colekan penumpang, pemulung dengan gerobak yang diikuti anaknya dengan karung di pundaknya, seorang pemuda mengepit stofmap di halte bis, penjaja es campur berteduh di pinggir gedung di tengah hujan, mengapung angan harapan, dengan stoples dagangannya yang masih penuh. Tukang ngamen tak tanggung-tanggung dengan gerobak speaker dan alat musiknya yang besar dan berat, hanya untuk mengumpulkan koin anda. 
Berapa banyak manusia yang membanting tulang, bukan untuk sesuap nasi dan selembar pakaian yang menempel di tubuhnya, tak sejauh itu harapannya. Mereka sekedar ingin tetap melihat matahari esok pagi, agar hari ini bukan hari terakhir baginya, agar agak lama dapat memandang anaknya tumbuh kembang. Masih banyak lagi mereka yang merana, meratap ditengah terik dihempas debu jalan, menggigil diguyur hujan merapat dipinggir trotoar tanpa harapan hari esok dan kehilangan peluang hari ini. Maukah anda bergelantungan di atas gedung lantai 20 untuk membersihkan kaca, dan dibayar lima puluh ribu rupiah sehari. Dengan resiko jatuh meregang nyawa, dan itu sudah banyak terjadi, dan berita itu jadi tontonan sore hari kita di TV. Apakah mereka tak punya pilihan, bukan tak punya pilihan, itulah pilihan terbaiknya, mereka sungguh bersyukur,karena beberapa puluh orang kerabat dan taulannya masih nganggur. Terus kenapa? Itu sudah nasibnya!. Terserahlah anda mau bilang apa, dan apakah anda mengira saya akan menghimbau untuk membantu mereka, mengulurkan tangan dan ,memberi sedekah?, Tidak, sama sekali bukan, karena kalau toh itu yang anda lakukan tidak banyak pengaruhnya terhadap mereka, dampak yang pasti kalau itu anda lakukan dengan ikhlas, anda jugalah yang dapat pahala, anda lagi yang diuntungkan. Mungkin anda akan menyela,” lalu apa, apa maumu he!”.  
Sekarang kembalilah ke kantor tempat anda bekerja, duduklah dengan tenang. Fikirkan apa yang sudah kita lakukan untuk orang banyak, sudahkah kita bekerja dengan sungguh-sungguh karena kita dibayar secara tetap dan lebih layak dibanding yang di luar tadi. Kalau sudah, benarkah niat kita untuk kemaslahatan umat atau untuk diri kita sendiri tak peduli dengan orang lain. Hal utama yang harus kita lakukan adalah bersyukur habis-habisan, karena ada suasana yang kontras antara kondisi di luar dan di dalam. Di luar panas dan hujan,debu, kotor, tanpa harapan, di dalam AC dan nyaman, bersih, penuh harapan dan cita-cita masa depan. Kita sudah pada kondisi “didalam” tadi tidak ada alasan untuk tidak bersyukur. Dengan bersyukur semoga Tuhan makin menambah nikmatNya, dan kita makin banyak bisa membantu dan bermanfaat bagi saudara-saudara kita di luar sana, Amien. 


No comments:

Post a Comment